Dengan adanya kebijakan otonomi daerah maka daerah dituntut untuk dapat menemukan dan mengembangkan potensi ekonomi unggulannya sehingga daerah dapat berupaya mengoptimalkan kinerjanya agar potensi ekonomi unggulan tersebut dapat termanfaatkan secara optimal. Pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Muara Enim mencapai 5,67 persen namun pertumbuhan kesempatan kerja hanya mencapai 2,28 persen. Pertumbuhan Ekonomi yang tidak diiringi dengan pertumbuhan kesempatan kerja ini dapat menjadi masalah yang serius dalam proses pembangunan ekonomi suatu daerah. Penelitian ini bertujuan untuk melihat sektor-sektor ekonomi apa saja yang menjadi unggulan yang dapat menyerap tenaga kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut, penulis menggunakan analisis Location Quotient (LQ), Model Rasio Pertumbuhan (MRP), dan Overlay. Sedangkan untuk melihat daya serap tenaga kerja digunakan analisis elastisitas dan koefisien tenaga kerja. Selama periode 2005-2008, Kabupaten Muara Enim memiliki pertumbuhan ekonomi yang positif. Pertumbuhan ekonomi secara positif terjadi hampir di seluruh sektor ekonomi. Sedangkan struktur ekonomi pada periode yang sama menunjukkan ciri struktur primer. Kontribusi sektor pertanian dan sektor pertambangan masih dominan dalam pembentukkan PDRB. Selain itu, dari sisi ketenagakerjaan terlihat bahwa sebagian besar tenaga kerja di Kabupaten Muara Enim terserap pada lapangan kerja primer terutama sektor pertanian. Secara keseluruhan, sektor ekonomi yang menjadi unggulan berdasarkan kontribusi dan pertumbuhan dilihat dari sisi penciptaan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja adalah sektor pertambangan dan penggalian. Sedangkan bila dilihat dari stuktur ekonomi tanpa migas, maka sektor pertanian juga menjadi salah satu sektor unggulan di Kabupaten Muara Enim selain sektor pertambangan dan penggalian. Selama periode 2005-2008, kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen menyebabkan penurunan daya serap tenaga kerja di sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian. Hal ini berarti tingkat penyerapan tenaga kerja pada tahun 2008 lebih rendah dibanding tahun 2005. Namun demikian, kedua sektor tersebut mempunyai produktivitas tenaga kerja yang semakin meningkat yang ditandai dengan nilai koefisien tenaga kerja yang semakin menurun. Penurunan ini mengindikasikan adanya tahapan kemajuan perekonomian suatu daerah dari tradisional menuju industri. Namun di sisi lain, penurunan ini berdampak tidak baik dalam hal penyerapan tenaga kerja karena akan mengakibatkan pengangguran yang semakin tinggi di kedua sektor ini. Pengembangan terhadap sektor-sektor unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja tinggi harus menjadi fokus utama pemerintah. Namun, pengembangan sektor unggulan tersebut hendaknya tidak mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya yang masih mempunyai kemungkinan untuk berkembang di masa yang akan datang. Pengembangan tersebut hendaknya dilakukan secara lintas sektoral, terintegrasi, dan konsisten.


Konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dalam beberapa tahun terakhir menjadi elemen utama dalam menentukan kebijakan pemerintah, proyek-proyek penelitian di perguruan tinggi maupun strategi bisnis perusahaan di berbagai negara. Konsep tersebut sendiri mulai dikembangkan, seeara internasional, sejak Earth Summit pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brasil yang didasari keinginanan membuat konsep pembangunan yang mendukung kehidupan saat ini dan akan datang. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan saat ini tanpa merugikan kebutuhan bagi generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan selalu memperhatikan tiga isu utama yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial politik. Ini mengandung pengertian bahwa pembangunan berkelanjutan dimaksudkan untuk meneiptakan keseimbangan dalam sistem kehidupan manusia. Penentuan indikator pembangunan berkelanjutan bagi suatu negara menjadi snngat penting untuk mengukur sejauh mana pembangunan yang dilaksanakan telah berhasil. Data yang digunakan pada penelilian ini adalah data mengenai indikator pembangunan berkelanjutan yang dikeluarkan oleh World Bank pada tahun 2000. Penelilian ini dibagi dalam dua tahap yaitu penentuan indikator pembangnnan berkelanjntan Indonesia dan posisi relalif negara-negara ASEAN. Peubah-peubah yang digunakan dalam kasus Indonesia sebanyak tujuhbelas peubah dari data deret waktu selama empat tahun dari tahun 1996 sampai dengan tahun 1999. Sedangkan menentukan posisi relatif negara-negara ASEAN digunakan sembilan peubah dan sepuluh peubah yang digunakan tanpa negara Myanmar. Untuk menggambarkan kondisi sebelum krisis ekononti digunakan data tahun 1996 dan untuk menggambarkan kondisi selama krisis ekonomi digunakan data tahun 1998. Dari tujuhbelas peubah yang digunakan sebagai indikator pembangunan berkelanjutan Indonesia dapat direduksi dengan menggnnakan analisis faktor menjadi dua buah faktor yang masing-masing dapat diinterpretasikan sebagai faktor kesehatan lingkungan dan kesejahteraan, serta faktor perekonomian negara. Selama kurun waktu sebelum dan selama krisis ekononti seeara umum pengelompokkan negara-negara ASEAN tidak mengalami perubahan. Negara Kamboja memiliki kemiripan dengan Laos dan Myanmar. Negara Indonesia memiliki kentiripan dengan negara Filipina, Thailand, Vietnam dan Malaysia. Sedangkan negara Singapura memiliki kentiripan yang kuat dengan negara Brunei Darussalam



Dengan disahkannya UU No.22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No.32 Tahun 2004 mendorong banyak daerah untuk melepaskan diri dari ikatan wilayah administrasi di atasnya. Begitu pula dengan lima Kabupaten di Propinsi Kalimantan Barat yaitu Kabupaten Sintang, Sanggau, Kapuas Hulu, Melawi dan Sekadau yang ingin membentuk Propinsi Kapuas Raya. Pembangunan yang tidak merata serta rentang kendali yang sangat lemah yang dikarenakan faktor jarak yang sangat jauh dari ibu kota Pontianak dijadikan sebagai alasan dalam upaya tersebut. Keinginan untuk membentuk sebuah daerah otonom baru, dalam hal ini adalah propinsi Kapuas Raya perlu didukung oleh potensi daerah yang baik termasuk di dalamnya yaitu potensi ekonomi dan keuangan. Kedua potensi tersebut merupakan faktor yang sangat penting karena akan mendukung kemandirian Propinsi Kapuas Raya di masa yang akan datang apabila telah lepas dari Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi ekonomi dan keuangan, serta membangun model perencanaan pembangunan wilayah di Propinsi Kapuas Raya. Potensi ekonomi dilihat dari sektor yang menjadi basis bagi Propinsi Kapuas Raya yang diukur dengan menggunakan metode Location Quotient (LQ) serta potensi ekonomi daerah berdasarkan perhitungan DAU yang sangat bermanfaat dalam menentukan besarnya DAU yang akan diterima. Sedangkan potensi keuangan dapat diukur melalui seberapa besar kontribusi pajak dan retribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), seberapa besar rasio PAD, pajak dan retribusi terhadap PDRB serta seberapa besar derajat desentralisasi fiskal Propinsi Kapuas Raya. Untuk membangun model perencanaan pembangunan digunakan analasis gravitasi dan model interaksi ruang yang bermanfaat dalam menentukan pusat pertumbuhan yang terbaik, yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi tertinggi sehingga dapat memebrikan efek multiplier bagi daerah disekitarnya. Selain analisis gravitasi dan model interaksi ruang digunakan pula analasis deskriptif untuk mendapatkan model pembangunan yang sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki oleh Propinsi Kapuas Raya. Berdasarkan analisis yang dilakukan, sektor yang menjadi basis bagi setiap kabupaten di Propinsi Kapuas Raya adalah sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Namun sektor basis tersebut mengalami pergeseran ketika dibandingkan terhadap Propinsi Kapuas Raya dan terhadap ratarata PDB Indonesia, di mana sektor sektor sekunder dan tersier seperti sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan hotel dan restoran serta sektor jasa menjadi sektor basis di beberapa kabupaten. Kabupaten Kapuas Hulu memiliki nilai Potensi Ekonomi Daerah (PED) tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kapuas Hulu merupakan kabupaten yang paling mandiri di antara keempat kabupaten yang lainnya. Untuk potensi keuangan, kontribusi pajak dan retribusi masih mengalami fluktuasi dengan rata-rata 18,31 persen dan 27,65 persen. Rasio pajak masih berfluktuasi dengan rata-rata 0,08 persen, rasio retribusi dan PAD meningkat dengan rata-rata 0,19 persen dan 0,55 persen. Derajat desentralisasi fiskal masih sangat rendah, terlihat dari proporsi PAD dan BHPBP yang rendah dengan ratarata sebesar 2,44 persen dan 9,09 persen serta tingkat ketergantungan yang tinggi terhadap dana transfer dari pemerintah pusat dengan rata-rata sebesar 81,73 persen. Berdasarkan analisis gravitasi, interaksi antara Kabupaten Sintang dengan Sanggau memiliki nilai tertinggi, ini menandakan bahwa kedua kabupaten tersebut dijadikan sebagai pusat pertumbuhan karena mampu memberikan pertumbuhan ekonomi yang paling tinggi dan diharapkan akan memberikan dampak (efek multiplier) terhadap kabupaten yang lainnya. Menurut data potensi, Propinsi Kapuas Raya sangat berpotensi menjadi kawasan agropolitan dengan komoditi kelapa sawit dan karet sebagai komoditi unggulan. Berdasarkan keunggulan komparatif (Comparatif Advantage), pengembangan kawasan agropolitan dengan komoditi unggulan kelapa sawit dikembangkan di Kabupaten Sanggau dan karet di Kabupaten Sintang.. Sebaiknya pemekaran Propinsi Kapuas Raya ditunda selama beberapa tahun ke depan dikarenakan masih ada kabupaten yang belum genap berumur tujuh tahun (PP No. 78 Tahun 2007), selain itu sektor primer dan sekunder masih belum mampu memberikan kontribusi yang besar. Bila dilihat dari segi kemampuan keuangan daerah, Propinsi Kapuas Raya masih sangat tergantung terhadap bantuan dari pemerintah pusat. Untuk menunjang kawasan agropolitan maka perlu dibangun kawasan industri (industrialisasi) untuk menampung hasil panen yang dihasilkan. Selain itu perlu dibangun infrastruktur yang baik guna memudahkan dalam distribusi serta mobilisasi orang dan barang. Yang terakhir yaitu pembangunan fasilitas pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat di kawasan agropolitan tersebut.


Pelaksanaan pembangunan ekonomi suatu negara, terutama negara-negara berkembang atau  less-developed countries(LDC) seringkali terbentur oleh ketersediaan modal yang terbatas dan hal ini menjadi salah satu hambatan utama bagi negara-negara tersebut untuk melaksanakan pembangunannya. Tingkat akumulasi kapital yang rendah di negara-negara berkembang mendorong pemerintah negara bersangkutan mencari alternatif pembiayaan pembangunan, salah satunya ialah dengan pengembangan pasar modal. Pasar modal merupakan suatu lembaga keuangan non bank yang bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi dana masyarakat dalam usaha mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Selama periode 2005-2007, pasar modal Indonesia khususnya pasar saham mengalami peningkatan yang luar biasa dan IHSG sebagai  lead indicatordari pasar saham mencapai rekor tertinggi sepanjang berdirinya bursa saham Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh indikator-indikator perkembangan pasar modal terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data  time series  bulanan dari Januari tahun 1999 sampai Desember tahun 2006  yang terdiri dari data produk domestik bruto riil, investasi riil, kapitalisasi pasar saham, indeks harga saham gabungan, nilai saham yang diperdagangkan, dan nilai tukar riil. Metode yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah metode analisis  Vector Autoregression(VAR) yang dikombinasikan dengan metode Vector Error Correction Model(VECM). Terdapat dua persamaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu persamaan investasi riil dan persamaan pertumbuhan ekonomi. Analisis pengaruh indikator pasar modal terhadap investasi riil dan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat berdasarkan hasil signifikansi, hasilimpulse response, dan hasil variance decomposition.

Hasil pengujian akar unit pada level menunjukkan bahwa semua variabel kecuali nilai saham yang diperdagangkan (NSP) belumstasioner pada taraf 1%, 5%, dan 10%. Pengujian akar unit dilanjutkan denganmelakukan uji akar unit pada tingkat  first differencedan hasilnya semua data stasioner pada tingkat  first difference.

Popular Post

Contact

Powered by Blogger.